apa kata anak commander?



Open Cbox

Our Followers

Finger Peace Sign

Ya Sudahlah

Mental makin Kuat berkat 'DIJAJAH" senior

Jurnalnet.com (Surabaya): "Nggak usah kecentilan deh…"
"Eh, anak baru tuh jangan berulah…"
"Mau sok jago di sini?"

Untaian kalimat bernada tinggi seperti itu kerap kita dengarkan jika bertemu kakak kelas. Sebagai penghuni lama, mereka kedapatan sering melakukan teror intimidasi pada adik kelas. Di saat si junior pengin belajar dengan tenang di sekolah, eh…malah direcokin kejahilan kakak kelas.

Mereka yang dibilang lebih senior itu, kelihatannya senang plus gembira kalo lihat adik kelasnya ketakutan. Terbukti, 29,6 persen responden yang mengaku pernah diintimidasi kakak kelas, baik secara lisan (86,5 persen) maupun tulisan (13,5 persen), merasa terpengaruh (45,1 persen).

Saking resenya kakak kelas, responden kita itu malah jadi kuat mental (51,7 persen). Ada juga yang cuek, dan menganggapnya cuma ajang kenalan sama kakak kelas (35 persen). Sisanya malah takut ke sekolah (8,3 persen).

Contohnya Ratih Kumalasari asal SMA Trimurti. Cewek yang duduk di bangku kelas tiga ini, pernah ngalamin intimidasi dari kakak kelasnya waktu SMP. "Pas kali pertama masuk sekolah, kakak kelasku, utamanya yang cewek, pada suka sirik sama dandananku," ceritanya.

Di antara teman-teman seangkatan, Ratih memang terlihat paling kinclong. Karena itu, dia sering jadi incaran kakak kelasnya. "Mereka sering mendatangiku, trus sok ngingetin soal seragamku gitu."

Kedoknya memang terlihat baik, padahal di balik itu ada maksud lain. "Mereka rasanya nggak pengin tersaingi. Gara-gara itu, aku jadi sering dibilang ganjen atau sok kecentilan. Ngeselin banget deh," pungkasnya.

Serupa dengan pengalaman Ratih, Radityo Pradana asal SMA Sejahtera 1 ini, juga pernah diintimidasi seniornya. "Nggak tahu apa salahku, tapi beberapa senior tuh sering mengingatkanku supaya nggak berulah," ujarnya. Susah memang dituduh bersalah padahal kita nggak merasa melakukannya.

Saking seringnya diintimidasi, Ratih dan Radityo malah jadi terbiasa. Mental mereka seolah jadi kuat karena itu. Untungnya intimidasi cuma berakhir di bibir, nggak berlanjut ke tindakan. Itulah faktor yang membuat Ratih dan Radit jadi tahan diintimidasi terus-terusan.

Yang parah, dialami Bagas Purwanegara asal Univ. Swasta di Surabaya Timur. Cowok yang satu ini sering banget jadi bulan-bulanan kakak kelasnya. Intimidasi bertubi-tubi kerap kali diterimanya. "Awalnya sih dari aktivitas waktu ospek," paparnya. "Biasa kan…senior suka cari-cari kesalahan junior. Benar pun dibilang salah," lanjutnya.

Awalnya semua intimidasi itu dikira bakal berakhir bersama ditutupnya masa ospek. Tapi Bagas salah duga. Budaya itu berlanjut ke pergaulan sehari-hari. "Gertakan kakak kelasku setelah masa ospek hampir nggak beda," celetuknya. "Ada aja kesalahanku yang diungkapnya."

Gara-gara itu, Bagas jadi merasa gerah di kampus. "Males ke kampus kalo kudu menghadapi kakak kelas seperti itu," paparnya. Untungnya semua ketidaknyamanan itu sudah berakhir. "Sekarang sih kalo di kampus, aku berusaha untuk nggak macem-macem, takut dibilang melewati batasan," koarnya.

Kalo yang lain menganggap intimidasi itu sebagai hal yang serius, Prima Ekayudiawan yang mendiami Universitas Hang Tuah ini punya pandangan lain. "Kakak kelas berlaku seperti itu tuh cuma pengin menunjukkan keeksisan diri," tutur cowok berperawakan santai ini.

"Aku sih menganggap intimidasi semacam itu sebagai ajang kenalan. Semakin heboh intimmidasi yang diluncurkannya, aku jadi semakin ingat sama kakak kelas itu," ujar Prima santai

Sama juga seperti Dyah Ayu Mesti asal UWK. Cewek yang mengambil konsentrasi manajemen ini juga cuek sama perlakuan kakak kelasnya. "Memang sih mereka melakukan intimidasi, Cuma menurutku itu buat lucu-lucuan aja," cuapnya.

Dyah juga menganggap enteng setiap intimidasi kakak kelasnya itu. "Nggak ada pentingnya juga kan nanggepin intimidasi itu. Kakak kelas cuma butuh kenal sama adik kelasnya, caranya aja yang rada spesial," tutupnya.

Senioritas Harus Diberantas

Di mana-mana kita yang muda selalu menghormati yang lebih tua. Tapi apa jadinya jika yang tua selalu mengintimidasi yang muda? Separo lebih sedikit (54,7 persen) menjawab karena sikap sok senior. Ada juga yang berpikir positifnya, ingin ngetes mental adik kelas (15,6 persen) atau emang kakak kelas bakat jadi tukang onar (14,4 persen).

Seperti curahan hati, Mohammad Iqbal dari ITS. Menurutnya, kakak kelas seperti itu masih terbuai orde lama senioritas. "Emang sih lebih tua, tapi kan nggak perlu mengancam ataupun sok senior," koarnya. "Jangan mentang-mentang lebih tua minta dihormati, tapi malah berbuat yang anarki," imbuhnya.

Selain itu, menurutnya tradisi untuk mengintimidasi adik kelas nggak ada untungnya. "Malahan bisa-bisa membuat dendam antara adik dan kakak kelas," tuturnya. Karena inilah, Iqbal sepakat untuk menghilangkan sikap tersebut. Agar nggak turun-temurun ada tradisi seperti itu.

Dwi Jayanti Idah juga setuju. "Gimana nggak sok senior, kalau dia suka ngancam, nakut-nakutin terhadap adik kelasnya," paparnya. "Kadang sikap adik kelasnya benar dianggap salah. Nggak ngebayangin deh," tambah cewek yang akrab dipanggil Indah.

Menurut anak SMAN 1 ini, banyak penyebab sikap senioritas muncul. "Salah satunya merasa paling tua dan berhak ngapain aja untuk ngerjain adik kelasnya," ucapnya. Menurut Indah hal tersebut nggak perlu terjadi. "Seharusnya, kakak memberi contoh yang baik terhadap adiknya. Bukan malah menindasnya," jelasnya.

Lain lagi penjelasan dari Nanda Yuliana. Penghuni UPN "Veteran" Jatim ini berpikiran positif tentang kakak kelas yang mengintimidasi adik kelasnya. "Aku rasa kakak kelas yang seperti itu cuma pengen ngetes mental," jawabnya. "Mungkin dia pengen adik kelas yang punya mental kuat. Karena itu dia coba utuk mengintimidasinya," imbuhnya.

Menurut Nanda, lebih baik diambil sisi baiknya saja. "Jangan berpikiran kalau kakak kelas tuh jahat. Toh karena gertakan dan ancamannya, kita bisa kuat mental dalam kondisi apapun," ungkapnya.

Pendapat berbeda juga dilontarkan oleh Raditya Priambodo. Menurutnya, kakak kelas yang selalu mengintimidasi adik kelasnya yaitu orang yang suka cari gara-gara. "Benar kan, masak nggak ada angin atau apa tapi selalu mengancam adik kelas," beber anak SMA Giki 1 ini.

Menurut Raditya, semua yang dilakukan adik kelas pasti salah. "Jelas sudah kalau punya kakak kelas seperti itu. Semuanya serba salah," bilangnya. "Yang ditakutin kalau terjadi pertengkaran aja sama adik kelas. Alangkah baiknya jika kakak kelas nggak jadi tukang cari masalah," imbuhnya.

Bisa Menjurus Kriminalitas

Aminudin selaku Kepsek SMAN 9 Surabaya mengatakan senioritas merupakan hal yang sudah mendarah daging di Indonesia. Bahkan, di bidang pendidikan sekalipun.

"Banyak orang yang menganggap senioritas merupakan hal yang biasa dan lumrah. Namun, sebenarnya, senioritas tidak pantas dilakukan. Kalau hanya pembelajaran untuk melatih kesopanan terhadap yang lebih tua mungkin boleh saja," katanya.

Namun, kalau sudah menyangkut fisik dan mental, senioritas sudah menjadi bagian dari kriminalitas. Lumrahnya, kakak kelas atau senior memang harus dihormati. Namun, bukan berarti mereka harus gila hormat.
"Justru seharusnya, senior merangkul adik-adiknya untuk berani berpendapat. Selain itu, sebagai senior, sebaiknya harus jadi teladan yang baik serta memberikan pelajaran yang berharga dan berguna. Jangan malah menindas atau mengintimidasi mereka," katanya. ***(idps)

diambil dari http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=BeritaUtama&topik=9&id=394
Category: 0 komentar

0 komentar:

Post a Comment

ayo inget waktu!!

udah berapa yaa?

About Us

My photo
Purbalingga, Jawa tengah, Indonesia
We are Commander , we are SLAP and SLEP. strategic class, near hallroom, near WC :D

Blog Archive